Welcome to My Blog

Orang bijak berkata, "Banyak baca, banyak ilmu yang didapat."
Semoga bermanfaat... :)

Sunday, December 29, 2013

Pengantar Sebuah Perjalanan



Delegasi Universitas Airlangga (minus Nunug)
Dimulai tanggal 16 Februari 2013, dengan meninggalkan kegiatan DIKLATSAR XXXV MPA WANALA UNAIR kami berenam, yaitu saya sendiri, Azhar (Horse), Saras (Cebong), April, Anzir (Anjrit), dan Baktiar berangkat menuju Bandung menggunakan kereta api Mutiara Selatan dengan titik start Stasiun Gubeng Baru, Surabaya. Setelah perjalanan yang memakan waktu selama semalam, akhirnya kami sampai di Bandung pukul 5 pagi tanggal 17 Februari 2013. Keluar dari stasiun, kami langsung mencari angkutan umum yang menuju PUSDIKPASSUS di Batujajar. Sekedar info, Pusdikpassus adalah akronim dari Pusat Pendidikan Pasukan Kusus milik Komando Pasukan Kusus (KOPASSUS) TNI AD. Maksud kedatangan kami ke Pusdikpassus kali ini bukan untuk berlatih menjadi seorang tentara dengan kemampuan yang sangar, tapi tidak lain dan tidak bukan hanya karena kami akan melakukan "tes wawancara" dilanjut "tes fisik" untuk prasyarat mengikuti kegitan berjudul "EKSPEDISI NKRI KORIDOR SULAWESI 2013" yang diadakan oleh KOPASSUS TNI AD bekerjasama (katanya) dengan KEMENKOKESRA sebagai delegasi dari Universitas Airlangga. Kami tidak sendiri, masih ada 5 mahasiwa lain yang berasal dari Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Unair lain yang ikut, yaitu 3 orang dari UKM KSR PMI dan 2 orang lain dari UKM Pramuka yang sudah berangkat terlebih dahulu.
Sesampainya di Pusdikpassus, kami langsung menuju tempat wawancara. Di sana sudah ada peserta lain yang sudah datang terlebih dahulu (termasuk 5 orang lain dari Unair) untuk mengantri presensi sehingga kami berenam pun juga harus antri lebih panjang lagi.
Setelah presensi, kami masuk ke dalam ruangan untuk mendapat pengarahan terlebih dulu sebelum melaksanakan wawancara. Saat itulah banyak peserta wawancara yang cukup kecewa, pasalnya bagi mereka yang awalnya mendaftar sebagai anggota Tim Penjelajah semua harus berpindah menjadi Tim Peneliti ataupun Tim Komunikasi Sosial karena adanya kebijakan baru dari panitia dan tim ahli. "Meski kecewa tapi tidak masalah lah", kata salah satu teman saya yang mendaftar sebagai Tim Penjelajah (awalnya). Lanjut disesi wawancara, masing-masing peserta dipanggil menuju meja wawancara masing-masing bidang, yaitu: Tim Komunikasi Sosial, Tim Peneliti Flora-Fauna, Tim Peneliti Kehutanan, Tim Peneliti Geologi dan Mitigasi Bencana, dan Tim Peneliti Sosial-Budaya. Peserta yang telah melaksanakan wawancara langsung lanjut menuju lokasi tes fisik. Setelah melaksanakan rangkaian tes, seluruh peserta dipersilahkan menuju ruang makan untuk menyantap sajian sarapan/makan pagi menjelang siang (karena saat itu, waktu sudah menunjukkan pukul 10.30 WIB, ha ha ha).
Rangkaian tes wawancara dan tes fisik sudah, perut terisi penuh juga sudah, maka selanjutnya peserta disuruh untuk segera berkemas dan bersiap untuk langsung diberangkatkan menuju tempat pembekalan pra-ekspedisi di "tempat rahasia" *begitu menyebutnya* (untuk peserta laki-laki) dan yang perempuan dipersilahkan menuju barak wanita di Pusdikpassus terlebih dahulu untuk menyusul diberangkatkan kemudian pada tanggal 19 Februari. Sekedar info lagi nih, nggak semua orang bisa keluar-masuk seenaknya loh ke "tempat rahasia" ini, karena tempat ini adalah areal terlarang bagi publik yang tidak berkepentingan dan tidak mengantongi surat ijin. Kalau tidak percaya, coba saja ke sana tanpa ijin, pasti nanti bisa nyasar sendiri atau kalau tidak, bakal kena dor peluru tajam! (wiii, ngeriii... o.O").
Setelah perjalanan selama +/- 1,5 jam dari Batujajar, kami semua disambut hujan setibanya di "tempat rahasia". Kami berkumpul di aula untuk mendapat pengarahan lagi dan pembagian barak penginapan sesuai dengan sub-korwil yang didapat. Saya mendapat pembagian di Sub-Korwil VII/Tana Toraja bersama mahasiswa lain yang hari itu sudah datang bersama kami, yakni: Alvian (Vian) dari Unjani (Bandung), Zancen (Jansen/Lay) dari Unpad (Padang), Arya dari Unboro (Jakarta), dan Hendra (Uda) dari Unmed (Medan). Sedangkan teman saya yang lain yaitu Horse di barak Sub-Korwil I/Sangihe (biasa disebut Sangir) dan Baktiar di barak Sub-Korwil VI/Mamuju. Keesokan harinya datang lagi rombongan baru yang juga masuk dalam Sub-Korwil Tator yakni Rury dari UI (Depok) dan Rizal (Otong) dari UMP (Purwokerto). Daaan... pada tanggal 19nya, datanglah semua peserta (baik peserta laki-laki yang baru datang hari itu beserta peserta perempuan yang sebelumnya masih tinggal di barak putri Pusdikpassus). Lengkaplah semua peserta yang sudah hadir di "tempat rahasia" (kecuali beberapa peserta yang dari UGM dikarenakan ada suatu hal) dengan formasi mahasiswa dan sipil (awal) SK VII/Tator: Happy, Umi <Tim Peneliti Flora-Fauna>, Rury, Otong , Arum, Munif, Tiara<Tim Peneliti Sosial-Budaya>, Arya, Uda, Lay, Yayuk, Dian, Meta, Vira <Tim Komunikasi Sosial>.
Foto bersama setelah upacara pembukaan pra-ekspedisi
Bertepatan dengan tanggal lahir saya, tanggal 21 Februari, Upacara Pembukaan Pra-Ekspedisi pun dilaksanakan. Dari sini lah awal cerita akan dimulai... :D

---To Be Continued---

Thursday, December 26, 2013

Lomba Artikel Pengamatan Burung Cangar 2013



        Bird watching, suatu kegiatan alam bebas paling murah sekaligus bisa paling mahal; paling mudah sekalligus paling susah; paling menyenangkan tapi tidak bisa jadi paling membosankan; paling mendidik dan berbobot keilmuan tapi terkadang juga terdapat unsur pembodohan; dan itu adalah kegiatan yang paling saya sukai tentunya... Yah, setidaknya itu menurut saya...  :D
        Tidak ada kata lain yang bisa menggambarkan sensasi pengalaman dari kegiatan yang berjudul pengamatan burung. Paling murah karena sejatinya hanya butuh mata untuk melakukan pengamatan burung, tapi juga bisa mahal karena kadang kita butuh alat tambahan seperti teropong (binokuler/monokuler), recorder, kamera (mulai kamera pocket-prosumer-sampai DSLR dengan lensa termosnya) dan sebagainya. Paling mudah dilakukan karena sejatinya semua orang (terutama manusia normal) bisa melakukannya kapan saja dan di mana saja, tapi juga bisa sangat susah kalau diharuskan menuju tempat-tempat tertentu yang sulit dijangkau. Paling menyenangkan terutama bagi para penggiat alam karena bisa menikmati keindahan alam/lingkungan tempat burung berada, tapi juga bisa sangat membosankan kalau kita tidak beruntung saat tidak menjumpai burung yang dimaksud karena suatu alasan tertentu. Berisi ilmu tentang perburungan, mendapat pelajaran khusus tentang burung secara langsung di habitatnya baik mengenai perilaku-ekosistem-permasalahan lingkungan-dsb, namun terkadang kita juga dibodohi dengan kalimat "kalau mau pengamatan burung gak boleh mandi, ntar kalau tubuh kita terlalu bersih burungnya takut sama kita" nggak tau tuh ide muncul dari siapa ya?? padahal indera yang paling peka dari burung kan indera pengelihatan dan pendengarannya, sedangkan indera penciuman hanya ada pada beberapa spesies burung saja yang peka. Terlepas dari itu semua, memang semua hal punya kelebihan dan kekurangannya, tetap saja itu semua tidak mennjadi penghalang bagi kegiatan pengamatan burung sebagai kegiatan yang paling saya dan Anda sukai....   :D
Lanjut cerita kompetisi pengamatan burung di Cangar nih,,
        Setelah dilanda kebosanan karena lama menunggu hujan, pada pukul 12.50 WIB hujan mulai reda dan hanya tersisa rintik-rintik kecil. Hal ini membuat gairah pengamatan kembali memuncak. Dengan beberapa teman dari kelompok lain yaitu mas Bonenk dan mas Sanggar (dari Bali) serta Rizki (dari Malang), saya melanjutkan pengamatan ke arah kolam/pemandian air panas.
        Spesies pertama yang baru masuk dalam list pengamatan hari itu adalah Kangkok ranting (Cuculus saturatus) yang sedang bertengger di dahan yang masih basah dan kemudian terbang meluncur menuju rerimbunan. Lanjut dengan spesies Kacamata gunung (Zosterops montanus), Kacamata biasa (Zosterops palpebrosus), Cikrak daun (Phylloscopus trivirgatus), Cikrak muda (Seicercus grammiceps), Sikatan belang (Ficedula westermanni), Sikatan bodoh (Ficedula hyperythra) dan Sikatan ninon (Eumiyas indigo). Sebenarnya, ketujuh spesies terakhir yang saya sebut di atas merupakan spesies yang sangat umum dijumpai di sini dari pagi sampai sore, bahkan saking umumnya burung-burung tersebut, mas Bonenk menjulukinya sebagai "burung cendol". Entah kenapa saya baru melihatnya siang (menjelang sore) itu. Hanya karena 'mereka' saya hampir frustasi (terutama si Ninon) karena biasanya dialah yang 'menyapa' saya pertama kali setiap saya melakukan pengamatan burung di Cangar, eeeh... malah kali ini hampir saja tidak bersua.
        Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 WIB, tanda kami harus kembali ke basecamp guna melanjutkan agenda berikutnya, yaitu briefing singkat dan dilajutkan menulis artikel yang dimulai pukul 14.30 WIB. Inilah yang  membuat acara ini semakin seru. Biasanya, lomba pengamatan burung selalu mengutamakan jumlah list dan deskripsi dari burung yang didapat, namun kali ini semua peserta diwajibkan menulis artikel populer tentang burung yang diamati sebagai kriteria utama penilaian dalam kompetisi ini. Sungguh keren sekali konsep kompetisinya! Kembali ke pembicaraan awal, meskipun sudah pukul 14.00 WIB alih-alih kembali ke basecamp, 'gerombolan' kami malah memesan kopi panas (baik kopi hitam ataupun kopi susu) masing-masing satu gelas sambil menikmati hangatnya pisang goreng (khas Cangar). Dengan alasan "andalan"nya, "hujan turun lagi dan kami lagi-lagi 'terjebak' di warung dekat pemandian." ***dasar somplak!  :P*** (harusnya di sensor nih).
        Akhirnya, kami menuju ke basecamp pukul 15.00 WIB dengan lumayan berbasah-basah ria. Namun suatu hal aneh terjadi, tiba-tiba saya merasakan perut saya "bergejolak" dan merubah sifat saya menjadi seseorang yang "rajin menabung" saat itu. Rupanya, efek dari kebanyakan makan "tape ketan hitam" sudah mulai bereaksi dan memanaskan isi perut saya. Sejak saat itu saya merasa tidak enak badan dan merasa cukup lemas. GAWAT!! Sungguh penyakit yang samasekali tidak keren!!  :(
        Balik ke cerita kompetisi, dengan susah payah dan berpikir ekstra keras membuat artikel populer yang tidak biasa kami (terutama saya) lakukan, akhirnya kami memutuskan untuk mengangkat si Sikatan narsis (Ficedula narcissina) sebagai topik artikel kami dengan judul "Si Imut, Pengembara dari Negeri Seberang". Fiuh, setelah menghabiskan waktu 2 jam penulisan, akhirnya artikel sepanjang 1,75 halaman kertas folio bergaris (*bijim, 1,75 halaman, gimana ngukurnya yak?? he he*) mampu kami rampungkan dan kami kumpulkan ke meja panitia beserta list dan sketsa burung yang kami jumpai (*kliatan banget kalo gak pernah nulis, bikin tulisan segitu aja butuh waktu 2 jam, ha ha ha*).
        Malam hari acara dilanjutkan dengan malam keakraban dan pembagian doorprise, ini yang tidak kalah seru. Setelah saling berkenalan satu sama lain (*banyak kenalan baru yang saya jumpai*) ternyata banyak juga (yang ngakunya) para birdwatcher newbie/baru dari seluruh penjuru nusantara bergabung dalam kompetisi yang diadakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur kali ini. Suasana kekeluargaan yang sangat akrab dan menyenangkan (meskipun baru saja berkenalan) turut menghangatkan suasana Cangar yang sangat dingin malam itu. Memasuki sesi pembagian doorprise, suasana semakin meriah. Meskipun kondisi saya masih tidak enak badan gara-gara "penyakit yang samasekali tidak keren" itu, dengan sekuat tenaga turut memeriahkan sesi yang satu ini. Tidak percuma, saya berhasil mendapatkan sebuah headlamp dan headcap alias kerpus merek C*NSINA (lumayan lah, bisa dipakai buat penghangat kepala :D).
        Keesokan paginya, badan saya masih kurang fit karena "penyakit yang samasekali tidak keren" itu, tapi setelah mengonsumsi obat khusus untuk "penyakit yang samasekali tidak keren" ini akhirnya keadaan saya berangsur-angsur membaik (*Alhamdulillah* :D). Daaaan... Tibalah saat yang ditunggu-tunggu semua peserta, yaitu sesi PENGUMUMAN PEMENANG DAN PEMBAGIAN HADIAH! Semua peserta baik peserta lomba artikel pengamatan burung dan peserta lomba fotografi berkumpul jadi satu di basecamp  (Pendopo Cangar, red) dengan perasaan yang bercampur aduk, mungkin sambil berpikir "Siapa yang menang ya?" atau "Apakah tim saya juaranya?". Diawali dengan pengumuman pemenang lomba fotografi. Tak dinyana, dosen kami yang bernama Boedi Setiawan M.P., drh. atau lebih akrab dipanggil dokter Boeseth (baca: dokter Buset) menjadi jawara lomba fotografi dengan foto andalannya Jingjing batu (Hemipus hirundinaceus) jantan yang sedang bertengger dengan komposisi mantap dan framming yang joss. Lanjut pengumuman pemenang lomba artikel pengamatan burung. Alih-alih menyebutkan nama tim pemenang, panitia malah membacakan cuplikan artikel sebagai isyarat itu adalah artikel yang dibuat oleh tim yang menjadi jawara. Ketika panitia membacakan artikelnya, sontak saja tiga orang yang tidak lain adalah anggota dari tim yang menjuarai kompetisi ini berteriak kegirangan. Pemenang kompetisi kali ini diraih oleh para pengamat burung yang berasal dari Universitas Negeri Jakarta, NYCTICORAX dengan nomor tim 50 (lupa nama timnya, he he he). Sedangkan tim kami terpuruk di urutan ke 49 dari 53 tim yang terdaftar (PARAH!! Bukti nyata kalau ngga ahli bikin artikel dan nggak pernah nulis. Ha ha ha).
        Yasudah lah, itu saja sedikit cerita yang bisa saya sampaikan, mohon maaf bila ada kata-kata yang menyinggung, penulisan nama yang salah, serta kekurangan yang lain. (*penulis juga manusia*)
Bilahitaufiq wal hidayah, wa ridho, wa inayyah, Salam Konservasi!! Salam Lestari!! Wassalam!!  \(^^,)

Wednesday, December 25, 2013

Suatu Hari di Cangar

       Pukul 12.30 WIB Jum'at itu (13 Desember 2013), saya baru memulai packing beberapa pakaian, alat masak portable, sleeping bag, buku panduan lapangan dan binoculair. Ya, kali ini saya akan pergi lagi dari rumah, bukan 'minggat' tapi melaksanakan 'kewajiban' sebagai seorang peserta delegasi lomba pengamatan burung di Tahura R. Soerjo, Cangar, Batu yang mengusung sebuah organisasi pecinta alam dari Universitas Airlangga bernama MPA WANALA UA. *lebay ceritanya
        Setelah berpamitan dengan kedua orang tua (*mapala juga manusia*), saya berangkat menuju sekretariat Wanala terlebih dahulu untuk mengambil tenda sekaligus berangkat bareng sama teman satu tim. Tim kami hanya terdiri dari dua ekor, eh, dua orang saja yaitu saya sendiri dan Ayu Dewi yang juga seorang anggota Wanala. Tim ini saya beri nama "WANABIRD" yang artinya "manuk alas" (burung hutan, red), terinspirasi dari nama Wanala itu sendiri dan tentunya burung.
     Jam menunjukkan pukul 15.30 WIB, kami berangkat menggunakan motor menuju TKP (Tempat Kejadian Perlombaan). Di tengah perjalanan, hujan menyambut kami, kamipun dipaksa berhenti sejenak untuk mengenakan jas hujan demi menghindari "basah kuyup". Biasanya, perjalanan saya dari kampus menuju Cangar hanya memakan waktu 1,5 jam saja, namun perjalanan kali ini memakan waktu yang lebih lama, yaitu 2,5 jam. Ya, kami baru tiba di Cangar pukul 18.00 WIB. Dengan kondisi pakaian yang sedikit basah ditambah suhu Cangar yang terkenal dingin, sebuah box berisi beberapa kue cukup memberi rasa hangat di perut yang sudah mulai keroncongan, apalagi pas makan kue kami berada di tengah gerombolan peserta lainnya yang udah datang terlebih dahulu.
     Singkat cerita, lomba pengamatan burung dimulai pada hari Sabtu pagi pukul 7.00 WIB. Dengan "peralatan tempur" yang kami miliki, kami memulai kompetisi dari titik start menuju OWA Watu Ondo. Selama pengamatan berlangsung, cukup banyak spesies serta kejadian unik yang kami dapati, mulai dari Ciung-batu siul (Myiophoneus caeruleus) *merupakan first record bagi saya* yang tiba-tiba nongol seenaknya di areal pemandian, lalu si burung sampah (begitulah julukannya di sini) Anis sisik (Zoothera dauma), dilanjut Elang-ular bido (Spilornis cheela) yang sedang kawin di cabang pohon di atas jembatan, seekor Ceret gunung (Cettia vulcania) yang setia mengiringi langkah kami (*mentang-mentang namanya 'cettia' nih yee*) dari jembatan sampai depan pintu gerbang OWA Watu Ondo, munculnya seekor Sikatan narsis (Ficedula narcissina) *juga merupakan first record bagi saya* yang hanya terlihat sebentar saja, sang Garuda alias Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) yang terlihat sedang soaring bersama anaknya (sepertinya sedang memberi pelajaran terbang) tak lupa ikut hadir mengisi buku presensi, sampai si Meninting kecil (Enicurus velatus) yang dengan percaya dirinya muncul dan berlompat-lompat ria di aspal jalanan di depan hampir semua pengamat yang ada di situ pada saat itu seakan-akan berkata, "Hei, kalian para pengamat burung dan fotografer, lihat aku beraksi, jangan lupa dipotret juga ya!". Sungguh pengalaman yang baru yang tak terlupakan yang tersaji di Cangar.
       Tak berselang lama, mobil mini bus berwarna merah marun dengan suara mesin yang cukup berat karena harus menanjak, melintas di jalan aspal yang tadinya menjadi tempat "show" si Meninting kecil. Sontak semua pengamat langsung melihat ke arah mobil tersebut, bukan karena geram atau marah karena dia telah 'mengusir' si Meninting kecil, tapi karena semua tau kalau itu adalah mini bus milik bapak dan ibu penjual tape ketan hitam dan gorengan di jembatan yang tidak lain adalah langganan para pengamat (*yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba!  :D). Tanpa pikir panjang, setelah menunggu beberapa saat untuk memberi waktu buat mereka menyiapkan dagangan, kami langsung saja menyerbu lapak sederhana milik mereka, apalagi kalau bukan untuk menyantap gorengan panas serta segar-hangatnya tape ketan yang mereka jual. Kompetisi pengamatan burungpun seakan-akan sudah selesai karena saking banyaknya peserta yang menghentikan aktivitas pengamatan burungnya dan mengganti agenda mereka menjadi acara cangkrukan. Ha ha ha, ada-ada saja.
     Namun beberapa saat kemudian turunlah hujan yang cukup deras dan lumayan berlangsung lama, sehingga acara cangkrukan pun 'terpaksa' dilanjutkan, untungnya ada panitia yang menjemput peserta yang 'terjebak' di lapak menggunakan mobil ambulan. Ya, ini mobil ambulan sungguhan yang biasa digunakan untuk evakuasi medis. Ceritanya, ada seorang peserta yang menyumbang ambulan tersebut untuk kegiatan ini, beliau adalah dr. Ari Purnomo Adi, salah satu peserta lomba Cangar Birdwatching Competition 2013, kategori fotografi. Kembali ke cerita awal, setelah semua peserta yang terjebak hujan di lapak dagangan milik bapak dan ibu penjual di jembatan berhasil dievakuasi menuju basecamp lomba, kami pun beristirahat sejenak sambil menunggu hujan reda untuk melanjutkan lomba mengingat waktu masih menunjukkan pukul 12.00 WIB dengan batas waktu pengamatan burung hingga pukul 14.00 WIB.
               
Mumpung lombanya masih istirahat, maka ceritanya pun ikut istirahat dan akan disambung di episode selanjutnya... he he he
See you next...   :)