Welcome to My Blog

Orang bijak berkata, "Banyak baca, banyak ilmu yang didapat."
Semoga bermanfaat... :)

Thursday, October 2, 2014

Gunung Delapan, Buntu Karua

Perjalanan masih berlanjut. Singkat cerita, kami akan melanjutkan eksplorasi kami di salah satu gunung yang memiliki reputasi “misterius” di Toraja. Terletak di Lembang Balla’, Kecamatan Bittuang  dengan puncak tertinggi 2735 mdpl, tapi untuk mencapai puncak tertinggi itu kami harus melewati tujuh puncakan terlebih dahulu, sehingga total puncakan yang dilalui sebanyak delapan puncak. Inilah asal-muasal kata Karua sebagai nama dari buntu (gunung) tersebut, dimana “karua” itu sendiri memiliki arti “delapan”.
Diawali dengan “pemanasan” dengan berjalan-jalan (sambil eksplor data tentunya) di sumber air panas yang terletak di sekitar kaki gunung di hari pertama, dan lanjut jalan-jalan di sekitaran kaki Buntu Karua sisi yang lain pada hari kedua. Tibalah saat untuk packing alat, bersiap menjelajah rimbunnya hutan Buntu Karua. Dengan membawa perbekalan logistik secukupnya, alat-alat penelitian seperti binoculair, sweep-net dan sebagainya, serta senjata api yang masing-masing dibawa oleh personil dari TNI untuk pengamanan, kami memulai eksplorasi di Buntu Karua.
Berangkat dari rumah singgah milik Bapak Bagenda, seorang tetua adat di Lembang Balla’, kami langsung menuju ke jalur pendakian ke puncak Buntu Karua. Sesampai di pos 2 pendakian turunlah hujan, sehingga memaksa kami menghentikan perjalanan sejenak untuk sekadar berteduh dan istirahat sejenak sambil makan makanan ringan yang kami bawa. Begitu hujan reda, kami pun melanjutkan perjalanan. Sambil berjalan, tengok kanan-kiri, atas-bawah melihat dengan cepat dan cermat setiap sudut sisi pohon dan pergerakan untuk menemukan flora ataupun fauna yang menjadi target penelitian kami. Satu-persatu jenis-jenis anggrek baik epifit atau higrofit, burung-burung dan seekor mamalia kecil yang awalnya kami kira salah satu spesies bajing, ternyata seekor Kuskus kerdil sulawesi/Little Celebes Cuscus (Phalanger celebensis) kami temui.
Sesaat sebelum sampai di pos 5 pendakian kami berhenti dan tercengang sejenak melihat sebuah kenyataan bahwa di situ terdapat sebuah gubuk yang terbuat dari papan kayu kokoh dan beberapa papan kayu serta tahi gergaji yang berserakan bekas aktifitas logging kayu secara illegal. Tanpa pikir panjang, kami catat koordinat titik ini. Setiba di pos 5 kami putuskan untuk istirahat 15 menit melepas beban carrier sembari mengitari areal pos 5 mencari data flora-fauna di situ, tetapi kami hanya dapat menemukan (lagi-lagi) feses/kotoran Anoa yang masih cukup fresh (diperkirakan baru semalam) yang menandakan bahwa di areal tersebut masih bisa kita jumpai satwa yang satu ini.
Perjalanan dilanjutkan sampai pos 7 pendakian (puncakan ke 7) dan kami putuskan untuk beristirahat dan bermalam di situ karena hari sudah mulai gelap serta suhu udara yang semakin dingin. Bermodal 4 buah tenda perorangan (yang lebih pas disebut bivouac dalam Bahasa Perancis) kami bangun “rumah sementara” kami untuk 7 orang personil tim peneliti flora-fauna. Sambil berbalut baju hangat kami mulai memasak nasi dan lauk untuk makan malam didinginnya hawa malam gunung. Selepas makan malam, tanpa pikir panjang kami langsung tarik sleeping bag atau pun sarung sebagai penghangat tidur kami malam itu guna mempersiapkan tenaga dan stamina untuk kegiatan keesokan paginya.
suasana tempat istirahat malam
Sejak pukul 03.00 WITA kami semua sudah terbangun oleh suhu yang semakin dingin dan terasa menusuk tulang (meskipun sudah memakai baju hangat dan berbalut sleeping bag) namun masing-masing bertahan di dalam SB sebagai tempat ternyaman saat itu sembari menunggu fajar. Saking dinginnya, akhirnya salah satu dari kami berinisiatif untuk menyalakan api dan mulai memasak menu sarapan pagi dan satu-persatu dari kami beranjak dari “tempat nyaman” tersebut.
Selesai sarapan, kami langsung mengemas barang-barang kami dan segera melanjutkan perjalanan menuju puncak tertinggi yaitu Puncak Karua. Guna memudahkan pergerakan dan meringankan beban kami untuk menuju Puncak Karua, barang-barang kami tinggalkan di pos 7 pendakian. Selama perjalanan menuju Puncak Karua, medan yang dilalui sebenarnya relatif mudah, namun menakutkan karena hanya berupa akar-akar pohon berlumut yang saling bertumpuk dan bebatuan besar yang licin, salah-salah bisa saja kami terpeleset dan terkilir atau bahkan terperosok masuk dalam jepitan akar ataupun ke jurang.
Kurang lebih 2,5 jam perjalanan, tibalah kami di Puncak Karua. Kedatangan kami di puncak sempat disambut oleh kelompok kecil burung Kring-kring bukit/Golden-mantled Racquet-tail (Prioniturus platurus) atau lebih tepatnya mereka terkejut lalu terbang menjauh karena kedatangan kami (hehehe). Sesaat setelah itu, salah satu anggota kami menemukan sebuah anggrek dengan ukuran cukup kecil yang bernama Anggrek koribas (Corybas sp.). Vegetasi yang cukup rapat dengan pepohonan yang menjulang cukup tinggi membuat suasana Puncak Karua terlihat sangat sejuk. Setelah puas berfoto-foto di tugu Puncak Karua, kami pun memutuskan untuk segera turun.
Hanya dengan waktu tempuh 60 menit saja kami sudah sampai di pos 7 pendakian lagi. Segera setelah mengambil barang-barang yang kami tinggalkan di situ, kami bergegas pulang menuju rumah Bapak Bagenda. Ditengah perjalanan hujan kembali turun, namun kami tidak pedulikan itu, yang ada dipikiran kami saat itu adalah “pokoknya hari ini harus sudah sampai di rumah Bapak Bagenda sebelum gelap” jadi kami tetap melanjutkan perjalanan menuruni Buntu Karua sambil berbasah-basah ria. Tidak lama hujan pun reda, dan kami sampai di pos 4 pendakian. Jam tangan yang melingkar di tangan kiri saya menunjukkan pukul 12.10 WITA. Perut kami mulai terasa lapar, namun jika harus berhenti untuk memasak nasi dan istirahat makan, kami takut tidak sampai rumah sebelum gelap. Akhirnya kami putuskan untuk berhenti sejenak untuk sekedar makan mie instan mentah yang diremuk, dicampur bumbu. Setelahnya, kami pun melanjutkan perjalanan pulang.
puncak kedelapan Buntu Karua
Sampai di pos 1 pendakian kami merasa sangat senang, karena sebentar lagi kami sampai rumah, waktu pun masih menunjukkan pukul 14.45 WITA. Kami melanjutkan perjalanan dengan lebih semangat lagi dan mempercepat langkah kami sampai-sampai tidak memperhatikan kanan-kiri kami (barangkali ada data yang terlewat oleh kami saat awal pendakian). Hingga saat Dantim kami (Serda Ari Wibowo) yang berjalan di urutan tengah barisan bertanya ke personil yang paling belakang (saat itu saya dan Serda Mar Mat Jono) tentang kondisi salah satu anggota tim kami (Erlin). Spontan karena ketidaktahuan saya dan Pak Mat, kami pun menjawab, “Nggak tau pak, dia di depan kok”. Lalu Pak Ari pun bertanya ke personil barisan depan (Serda Akmal, Prada Emanuel dan Umi). Mereka pun menjawab dengan jawaban yang sama, “Nggak tau pak, kan dari tadi dia di belakang”. Sontak kami terkejut dan berteriak, “Erlin hilang!”.
Saat itu juga carrier dan tas yang kami kenakan langsung kami lepas dan berlari kembali menuju arah gunung untuk mencarinya. Sambil berteriak-teriak, dan melihat-lihat pergerakan rerumputan atau daun-daun semak (maklum rumput dan semaknya cukup rimbun dan tinggi) kami terus mencari. Lalu terpintas di pikiran kami, jangan-jangan dia salah jalur ketika di persimpangan jalan setapak yang kami lewati tadi saat salah satu dari kami berhenti untuk pipip. Langsung saja kami menuju ke persimpangan itu. Dan benar saja, setelah menyusuri persimpangan tersebut selama + 5 menit akhirnya kami menemukannya. Dengan perasaan lega, kami lanjutkan kembali perjalanan pulang kami sambil bercanda tentang kejadian yang baru saja terjadi.
Sekitar pukul 16.45 WITA, kami sampai di rumah Bapak Bagenda, tapi pekerjaan belum selesai, dengan kondisi badan yang lelah dan setengah basah akibat hujan yang mengguyur di tengah perjalanan, kami masih harus membereskan alat-alat dan barang-barang bawaan kami serta puluhan sampel anggrek yang kami bawa dari Buntu Karua. Yah, itu lah secuil tugas kami sebagai tim peneliti flora-fauna Ekspedisi NKRI 2013 Koridor Sulawesi Sub Korwil Tana Toraja.

2 comments:

  1. Mauu angreknya (foto)nya...
    Btw nice travel writing.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Langsung main ke rumah ya, ntar langsung diliatin foto2 anggreknya.. hihihi

      Thanks apresiasinya, sist Cahaya Malam :)

      Delete