Welcome to My Blog

Orang bijak berkata, "Banyak baca, banyak ilmu yang didapat."
Semoga bermanfaat... :)

Friday, July 8, 2011

Golden Eagle

Elang Emas (Aquila chrysaetos) asli dari India. Berukuran besar, berwarna gelap dan gagah dengan sayapnya yg besar. Cukup umum ditemui di daerah berbukit atau pegunungan, berburu di hamparan terbuka tundra. Nama “eagle” berasal dari kata Latin, “aquila”. Dengan nama latin, Aquila chrysaetos, yg berarti “elang bewarna emas dari atas udara” dan mengacu pada warna kuning ke coklatan-keemasan yg ada di bagian tengkuk. Populasi elang ini cukup stabil tapi sedikit cenderung agak menurun jika dibandingkan dengan satwa spesies lain.

Klasifikasi :
Kingdom: Animalia
Phylum: Chordata
Class: Aves
Order: Falconiformes
Family: Accipitridae
Genus: Aquila
Spesies: Aquila chrysaetos

Ukuran : 78-88 cm. Identifikasi: Raptor besar ini menampilkan tengkuk emasnya. Bulu dewasa akan muncul sepenuhnya ketika ia mencapai umur 4 tahun, meskipun ekornya bergaris-pita samar. Ketika remaja terbang sangat mudah diidentifikasi dari bawah, pat putih pada dasar bulu primer sayap dan ekor putih mencolok dengan pita gelap di ujungnya. Terlihat sayap yg sangat lebar membentang dari kejauhan, Elang Emas sering “soaring” dengan sayap mereka yg panjang, besar dan sedikit terangkat pada ujungnya. Saat terbang, kepakan sayap mereka relatif lembut/halus dan dangkal.

Suara : Jeritan agak lemah, tapi tinggi. Dewasa membentuk dua suku kata suara “kee-yep” pelan, dan lambat terukur. Saat meminta pakan induk, juveniles memanggil dengan nada tajam dan berulang “ssseeeeeeee-chk” atau “kikikikikikikikikiki-yelp”.

Sarang : di tempat yg tinggi, dengan posisi yg terlindung dan dapat melihat sekitar dengan luas, berada di tebing, karang atau pohon. Kedua induk membuat sarang dari anyaman cabang kecil, ranting dan daun dengan hasil yg halus. Seringkali, menempati 2-3 sarang secara bergantian selama satu musim kawin. Sarang yg digunakan dan diperbaharui tiap tahun menjadi semakin besar. Daun2 aromatik juga ditambahkan secara berkala, untuk melindungi telur dari serangan serangga dan hama. Sebuah pasangan induk dengan jangka waktu cukup lama atau bahkan hanya satu pasangan seumur hidup. Kedua induk berburu bergantian selama masa mengeram dan perawatan anak, tapi jantan merupakan pencari “nafkah” utamanya. Meskipun antan jarang menyuapi anaknya secara langsung, tapi ia selalu menyediakan pakan untuk betina dan menaruh sebagiannya di dalam sarang. Sementara betina mengerami dalam jangka waktu cukup lama (43-45 hari), terkadang jantan juga “membantunya” di siang hari dengan waktu yang relatif singkat. Anak elang akan mencapai dewasanya dalam waktu 66-75 hari pasca ia menetas dan dibesarkan oleh kedua induknya.


Makanan : elang ini biasa memangsa mamalia kecil seperti kelinci, burung, serangga dan bangkai satwa lainnya. Saat berburu, mereka mempunyai areal buruan yg luasdan terbuka dalm mencari mangsanya, dan menyambar mangsanya dengan sangat spektakuler (menukik tajam dari ketinggian yg sangat tinggi). Berburu sendiri atau berpasangan, raptor besar ini mampu memburu domba atau kambing kecil, bahkan seekor anjing hutan atau rubah pun pernah di mangsanya.

sumber :
www.birding.in

Thursday, July 7, 2011

si Brontok dan si Elja

Dua spesies elang yang mungkin sangat disukai dan dinanti bagi beberapa pencinta burung liar terutama dari golongan raptor. Bagi yg baru mengenal dua spesies ini, mungkin mereka akan mengira kalau dua burung ini sejenis karena penampilan yg secara sekilas hampir sama, apalagi pada saat masih juvenile (masih anakan). Bahkan pada awalnya si elja (singkatan dari elang jawa) diklasifikasikan dalam tatanama binominal dengan nama spesies yg sama dengan elang brontok, yakni Spizaetus cirrhatus. Namun dengan penelitian yg lebih intensif lagi, akhirnya mereka “dipisahkan” dengan nama Spizaetus cirrhatus untuk si brontok dan Spizaetus bartelsi untuk si elja.

Berikut adalah beberapa (sedikit) penjelasan dari kedua jenis raptor ini :

Elang Brontok Spizaetus cirrhatus (eng : Changeable Hawk-eagle)
· Deskripsi :
Berukuran besar (70 cm), bertubuh ramping. Sayap sangat lebar, ekor panjang membulat dan kepalanya berjambul sangat pendek. Mempunyai tiga fase, yaitu fase gelap, peralihan, dan terang.
Fase gelap: seluruh tubuh coklat gelap dengan garis hitam pada ujung ekor, terlihat kontras dengan bagian ekor lain yg berwarna coklat dan lebih terang. Burung muda juga berwarna gelap.
Fase terang: tubuh bagian atas coklat abu2 gelap, tubuh bagian bawah putih bercoret-coret coklat kehitaman memanjang, strip mata dan kumis kehitaman. Burung muda tubuh bagian atas coklat keabu-abuan, kepala dan tubuh bagian bawah keputih2an.
Fase peralihan: di antara kedua fase di atas terutama terlihat pada pola warna coretan dan garis (tapi lebih mirip fase terang), garis2 hitam pada ekor dan sayap tidak teratur serta garis2 coklat kemerahan melintang pada perut bagian bawah, paha, dan ekor bag. bawah.
Iris kuning-coklat, paruh kehitaman, sera kuning kehitaman, kaki kuning kehijauan. 
· Penyebaran :
Global >> India, Asia tenggara.
Lokal >> di seluruh Sunda Besar dan Nusa Tenggara.
Status >> Uncommon ditemukan di ketinggian < 2000 m dpl. menurut IUCN, burung ini berstatus LC (least concern, beresiko rendah).
· Kebiasaan :
Mengunjungi hutan dan daerah berhutan yg terbuka, menyergap ayam kampung. Berburu dari udara atau dari tempat bertengger di pohon kering. Umumnya berburu di hutan yg baru ditebang.
· Suara :
Pekikan panjang ”kwip-kwip-kwip-kwip-kwiiah” meninggi, atau ”klii-liiuw” tajam.

Elang Jawa Spizaetus bartelsi (eng: Javan Hawk-eagle)
· Deskripsi :
Berukuran besar (60 cm), dengan jambul yg sangat mencolok.
Dewasa: jambul, mahkota dan garis kumis hitam, bagian sisi kepala dan tengkuk coklat berangan. Punggung dan sayapnya coklat gelap, ekor coklat bergaris2 hitam, tenggorokan putih dengan strip hitam di tengah.
Bagian bawah yg lain keputih2an bercoretan coklat gelap pada dada dan bergaris tebal coklat gelap di bagian perut.
Burung muda: kepala dan bagian bawah kuning tua-kemerahan. Terdapat bulu peralihan antara muda dan dewasa. Sering kali jambul belum muncul sehingga sepintas mirip dengan Elang Brontok.
Iris berwarna biru-abu2 (muda) dan kuning emas (dewasa), paruh kehitaman, sera gelap, kaki kuning, tungkai berbulu dan bergaris2 melintang.
Ketika terbang, elang Jawa serupa dengan Elang Brontok fase terang, namun cenderung nampak lebih kecoklatan, dengan perut terlihat lebih gelap, serta berukuran sedikit lebih kecil.
· Penyebaran :
Endemik P. Jawa
Status >> IUCN memasukkan elang Jawa ke dalam status EN (Endangered, terancam kepunahan). Penghuni yg tidak umum di sebagian besar pegunungan di Jawa sampai ketinggian 3000 m dpl, tapi di Jawa Timur (T.N. Meru Betiri) dijumpai di dekat laut.
· Kebiasaan :
Menghuni hutan primer dan daerah hutan terbuka, di perbukitan dan pegunungan.
Berburu dari udara atau dari tempat bertengger di pucuk pohon yang tinggi.
· Suara :
Nyaring, pekikan khas: ”hi-hiiiw”, lebih tinggi dan parau daripada Elang Brontok, atau ”hihi-hiiiw” sering dalam seri yg pendek. 

 sumber :
www.iucnredlist.org
MacKinnon, John, Karen Phillipps, Bas van Balen,.Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Puslitbang Biologi - LIPI, Indonesia.

Saturday, July 2, 2011

Indonesia
















Siapa yg tak kenal Indonesia....
Negeri elok nan rupawan....
Negeri subur nan makmur.... (katanya)

Entah apapun komen tentang negeri ini, namun tidaklah bisa menutupi semua keindahan yg terdapat di sini. Hutan, gunung, sawah, lautan, flora dan fauna, keramahan, keceriaan serta semua hal yg lainnya yg ada, tak akan mungkin dijumpai di negeri yg lain. Ya, semua itu hanya ada di Indonesia.

Jika kita pernah berbangga mngatakan, aku pernah pergi ke Singapore, Amrik, Jepang, Australi, Eropa, atau belahan bumi yg lainnya, tetapi jika tidak pernah "berkunjung ke negeri sendiri", APA KATA DUNIA???

Ayo cintai produk Indonesia, kunjungi negerimu dan temukan berbagai hal menakjubkan di dalam negri "surga dunia, zamrud khatulistiwa"...
Jejakan telapak kaki di pasir pantai yg putih, nikmati kuliner khas dari masing2 daerahnya, daki gunung tertinggi, lestarikan budayanya, sayangi dan lestarikan alamnya yg mengandung berbagai macam mineral-flora-fauna yg terdiri dari >1 juta spesies (serta flora dan fauna endemik yg sangat melimpah)....

Tunjukkan pada dunia, inilah Indonesia...
Negeri elok nan permai...
Tempat di mana semua hal bisa didapatkan...

Sebagai referensi, silahkan kunjungi :

Thursday, June 30, 2011

KEKEP BABI

(Artamus leucorynchus)
eng: White-breasted Wood-swallow



Satu jenis burung kecil nan “SANGAR”...
Hah,sangar??
Ya sangar, karena jika dilhat dari bentuk perawakannya saja kita pasti tidak akan menyangka kalau burung ini sering kali “mengusir” burung2 yg berukuran jauh lebih besar dari ukuran tubuh mereka, bahkan para elang pun sangat enggan bila bertemu mereka... (O.O)” <wew,sumpah??>
Percaya atau tidak, terserah Anda, tapi fakta di lapangan lah yg berbicara.

Ia sering terlihat mengusir alap-alap dengan gagah berani dari wilayah teritorinya dengan 2-3 ekor kelompoknya secara bertubi-tubi . Bahkan pernah dilaporkan kalau ia juga menyerang seekor burung bangau tongtong yg kebetulan sedang lewat di daerah teritorinya loh...
serangan brutal si kekep untuk si tongtong







 



Sedikit info tentang burung yg satu ini :
Karakter :
Tubuh berukuran sedang (18 cm). Mirip Layang-layang. Warna abu-abu dan putih. Paruh abu-abu kebiruan besar. Kepala, dagu, punggung, sayap dan ekor abu-abu gosong. Tunggir dan Tubuh bagian bawah putih bersih.
Perbedaan dengan Layang-layang: saat terbang sayap segitiga lebar, ekor persegi. Iris coklat, paruh abu-abu kebiruan, kaki abu-abu. Bertengger di pohon kering, kabel, tiang. Terbang melingkar untuk berburu serangga. Terbang seperti Layang-layang, melayang tanpa mengepakkan sayap. Duduk berdekatan, menelisik dan menggoyangkan ekor.




Makanan: serangga kecil, kumbang, lebah. Sarang dari ranting, akar, rumput, pada sudut cabang pohon gundul. Tercatat pernah bersarang pada menara besi yang tinggi. Telur berwarna krem, berbintik abu-abu dan coklat, jumlah 2-3 butir. Berbiak bulan April-Agustus.

Habitat :
Pesisir, sawah, kebun, tegalan, hutan sekunder, hutan primer. Tersebar sampai ketinggian 1.500 m dpl.

Penyebaran:
Dunia: Australia, Brunei Darussalam, India, Indonesia, Republic of Korea, Malaysia, Myanmar, New Caledonia, Papua New Guinea, Philippines, Timor-Leste, Vanuatu
Lokal: Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua.





Wednesday, June 29, 2011

Bird Watching


Bingung!! Puyeng!! Susah!!
Mungkin itulah yang akan dikatakan oleh semua orang yang baru mengenal "bird watching" atau "pengamatan burung"...

Kenapa bingung?? memang apanya yang bikin bingung??
Warna bulu, motif, bentuk/morfologi, ukuran, tingkah laku, kebiasaan dan yg lain2 yg menjadi ciri khas suatu spesies burung yang sangat beragam. Masing2 spesies memiliki motif/corak, warna, bentuk, ukuran, kebiasaan dan tingkah laku serta habitat yang berbeda. Semua  itu merupakan suatu hal yang harus diamati ketika kita melakukan pengamatan burung. Tapi, justru disitulah letak tantangan serta yang akan menjadikan “candu” bagi para pengamat burung...

Kegiatan ini sudah menjadi suatu hobi tersendiri bagi para pecinta pengamat satwa liar, terutama penggemar burung2 liar (termasuk saya… :p ).
Tujuan dari pengamatan burung ini bukan hanya sebagai “pelampiasan hasrat” mengamati burung atau rekreasi saja, tapi juga dapat dimanfaatkan sebagai cara dalam penelitian suatu spesies burung tertentu, habitat satwa dan ekosistem yg terdapat pada tempat tersebut.

Mungkin bagi para pemula hal ini akan sangat sulit untuk dilakukan apalagi jika ia hanya pengen coba2 saja tanpa didasari oleh keinginan/rasa cinta terhadap satwa liar terutama burung2 liar.

Saya akan mencoba sedikit membantu buat rekan2 yg memang berminat dan ingin memulai melakukan pengamatan burung. Berikut adalah sedikit petunjuk untuk melakukan pengamatan burung di hutan (yg agak lebih ribet klo dibandingin ama pengamatan burung2 air) :
Jika Anda termasuk ”pendatang baru” maka cobalah untuk mulai mengamati burung2 di daerah tepian hutan dengan berjalan di sepanjang jalan lebar. Pengamatan akan jadi lebih baik dan burung2 yg muncul akan lebih banyak, karena sisi hutan dapat ditembus sinar matahari, sehingga pd umumnya makanan bagi burung akan lebih banyak tersedia di sana. Apalagi jika jalan tersebut melewati pegunungan, kita akan mendapatkan pemandangan sisi tajuk yg tidak didapatkan jika berada di jalan setapak kecil dalam hutan.
Gunakan tas/ransel tahan air, berfungsi sebagai alat penyelamat binokuler/monokuler/teropong yg kita gunakan jika sewaktu2 turun hujan yg nantinya bisa membasahi teropong. Simpan teropong dengan membungkusnya dalam plastik tambahkan silica gel bila perlu. Jika bagian dalm teropong terkena air, maka jemur di bawah sinar matahari lalu diamkan dalam kotak pengering semalaman atau peluk erat2 ketika tidur. Hindari pengeringan dgn cara penghangatan di dekat api, karen hal ini dapat mempersingkat ”umur” teropong.
Teropong yg digunakan lebih baik yg water proof dan mempunyai zoom yg tidak terlalu besar serta mempunyai bidang pandang yg lebar. Teropong yg punya daya pembesaran hebat dan sudut pandang sempit sangattidak dianjurkan dipakai di sini, begitu juga penggunaan teleskop.
Pakaian juga sangat penting untuk diperhatikan, jangan gunakan pakaian yg berwarna mencolok (sangat di”HARAM”kan menggunakan warna putih) karena dapat menakuti satwa2 liar (bukan hanya burung,tapi jg satwa liar yg lain). Selain itu, usahakan untuk seminimal mungkin bersuara, karena dapat meningkatkan kewaspadaan dari burung itu sendiri, sehingga ketika kita dekati ia akan terbang menjauh dan tak kembali.
Dalam pengamatan di hutan biasanya digunakan beberapa macam teknik pengamatan, yaitu berjalan lambat (sangat cocok untuk mengamati burung2 yg ada di tajuk pohon namun akan sia2 untuk burung2 terestrial<yg hidup di tanah>); cara yg lain yaitu dengan berjalan cepat namun tetap tdk berisik (untuk burung2 terstrial yg sangat pemalu); dan yg lain lagi yg tidak kalah penting yaitu dengan berdiam diri sambil menunggu burung yg ”lewat” atau ”muncul”, cara ini sangat efektif untuk mengamati burung2 yg tidak bisa dijumpai dengan cara yg lain. Idealnya, gunakan ketiga cara tsb secara bergantian yaitu berjalan lambat, berjalan cepat tapi tidak berisik dan beristirahat menunggu dengan tenang.
Adapun metode untuk memanggil burung agar mau ”menengok mucul” atau menampakkan dirinya, yaitu:
1.   Menirukan bunyi desis, mencicit, atau suara parut. Hal ini membuat marah burung2 pengoceh sehingga mereka akan menyahuti atau bahkan keluar dari tempat persembunyiannya untuk memeriksa sumber bunyi.
2.   Menirukan suara burung belukwatu atau elang kecil, sehingga burung2 kecil terpancing untuk bergerombol.
3.    Menggunakan rekaman suara dgn tape-recorder yg menimbulkan reaksi teritoril dari burung tsb, sehingga mau menghampiri.
Metode2 ini memang sudah terbukti cukup ampuh, namun kurang tepat untuk diterapkan di tempat2 yg sudah sering dikunjungi oleh pengamat atau manusia2 lain seperti di jalan2 kecil dalam taman nasional. Atau malah akan sangat dilarang karena dapat menggangu dari habitual burung2 tersebut.
Burung (kecuali burung2 malam) merupakan satwa yg paling aktif pada pagi dan sore hari. Pada siang hari, aktifitas akan menurun. Tapi pada musim kemarau,siang hari merupakan waktu yg pas untuk menunggu burung mengunjungi sumber air.

Hal2 yg perlu dicatatat dalam pengamatan burung ialah = SEMUA HAL yg bersangkutan dengan burung tersebut. Identifikasi berdasar pada kombinasi dari beberapa ciri khas, termasuk penampakan umum, suara, dan tingkah atau kalau bisa sebanyak mungkin bagian2 burung tsb, terutama ciri2 diagnostik.
Untuk burung jenis baru atau yg belum dikenal, buatlah sketsa dalam buku catatan. Sketsa tdk perlu  terlalu artistik, yg penting berbagai ciri rinci dapat tercantum, seperti ukuran, bentuk, panjang paruh, ada/tidak ada jambul, warna bulu, panjang sayap dan ekor, warna paruh, mata, kaki serta ciri2 lain yg tidak umum. Catatan tambahan seperti suara, tingkah dan lokasi juga akan sgt membantu dalam pengenalan selanjutnya.


Bagi para pengamat pemula, hal2 yg mungkin harus dilakukan dalam pengamatan burung :
Persiapan >>
·         Siapkan semua alat pencatat (utamanya buku saku dan pensil)
·         Gunakan pakaian yg warnanya tidak menyolok
·         Siapkan jg alat bantu pengamatan yg lain (ex: field guide, binocular / monocular)
·         Siapkan pula perbekalan, agar tidak “kesusahan” ketika pengamatan
Pada saat pengamatan >>
·         Jangan terlalu berisik ketika pengamatan
·         Catat semua hal yg mnjadi suatu ciri (terutama yg jadi ciri khas) dari burung tsb. (ex: kekang, jambul, bentuk paruh, mahkota/topi, motif garis2, ekor dsb.)
·         Lakukan pengamatan dengan teliti terhadap warna, karena bisa saja berubah/tersamarkan akibat efek pencahayaan yang kurang tepat.
·         Serta (intinya) lakukan semua nasehat yg saya berikan di atas..  (opoae seh... lebay...)

Di mana kita bisa melakukan pengamatan???
Di mana saja bisa bahkan di halaman depan/belakang/samping rumah kita/tetangga/RT/RW/kelurahan/kecamatan/kawan2nya yg sebangsa itulah (hehe, pisss meeennn... ^^v), namun ada beberapa tempat yg sangat berpotensi adalah hutan2 primer, hutan sekunder, hutan hujan, hutan tropis dan masih banyak yang lain seperti taman2 nasional (ex: baluran, merubetiri, ujung kulon, alas purwo, gunung gede-pangrango, dll.) serta ekosistem buatan lainnya.

^^^^^dikutip dari field guide yg Mc Kinnon ntu loh, juga sedikit pengalaman pribadi^^^^^


So,,,
Ngenteni opo maneh jeh???
Ayo ndang budal nontoki manuk!!!*

*baca:
Jadi,,,
Tunggu apa lagi???
Ayo cepet berangkat pengamatan burung!!! ^^d